“ Bismillaahirrahmaanirrahiim “
Pada abad ke-18 akibat terjadinya
pengejaran Pemerintah Belanda terhadap kerajaan Mataram, maka Prabu
Mayageni beserta Permaisuri dari kerajaan Mataram melarikan diri menuju
ke sebelah barat dan singgah disuatu tempat ditengah hutan belantara
yang sampai sekarang tempat itu diberi nama Cijurey (asal kata dari
Pelarian)
Prabu Mayageni dan Permaisuri
lalu melanjutkan perjalananya menuju ke sebelah utara yang kebetulan
pada waktu itu sang Permaisuri sedang hamil tua, maka tak lama di daerah
itu sang permaisuri melahirkan seorang bayi laki-laki.Tempat tersebut
sampai sekarang diberi nama Borojol (Desa Sukaratu Kabupaten Sumedang)
Sementara itu Patihnya yang
bernama Yudipati yang sama-sama melarikan diri dari kerajaan mataram,
sudah lama mengembara di hutan belantara untuk mencari keberadaan Raja
beserta permaisurinya. Maka setelah bertemu Prabu Mayageni memberikan
tugas kepada patihnya untuk membawa dan membersihkan bali anak
laki-lakinya itu. Tempat atau wilayah yang waktu itu Patih membersihkan
bali tersebut diberinama (Pangumbahan) yaitu di Desa Pakubeureum
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka.
Dikarenakan tempat
persembunyianya telah tercium oleh Pemerintahan Belanda, maka Raja
beserta Permaisuri dan Patihnya melanjutkanperjalanannya dan singgah
disuatu tempat di hutan belantara.Tempat ini sangat disukai oleh Raja
beserta istri dan patih, tempat ini diberi nama Sukawana (Desa Sukawana
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka).
Selanjutnya Raja beserta
Permaisuri dan Patihnya melanjutkan perjalanan menuju ke sebelah timur
kali cimanuk yang saat itu kali cimanuk lebarnya hanya 10 meter saja,
maka disitulah Raja dan Permaisuri singgah di suatu tempat yang diberi
nama Pasir. Selanjutnya berhubung Raja beserta Permaisuri dan anaknya
akan mencari persembunyian yang aman, maka Raja memberi tugas kepada
Patihnya untuk menunggui bali jangan sampai hilang sebelum Raja kembali
dari tempat persembunyianya.
Menurut alur cerita bahwa Raja
sampai waktu 20 hari lamanya tak kunjung datang, maka sehubungan Patih
sudah lama menunggu bali tersebut sementara perbekalan sudah tidak ada
sehingga dia pun kelaparan. Maka sambil memegang bali tersebut Patih
berkata dalam bahasa sunda “ Gusti..mugi ulah janten bendu galih, ieu bali di teda ku kaula margi kaula lapar “. Maka terjadilah Balida asal dari kata Bali di teda atau Bali dimakan. Menurut cerita lahirnya kejadian tersebut adalah pada hari Senin, tanggal 11 juli 1821 Masehi.
Sepulangnya dari persembunyian
Raja beserta Permaisuri langsung menanyakan bali kepada Patihnya yang
disuruh menungguinya, maka dengan ketakutan Patih menceritakan bahwa
bali tersebut sudah tiada karena lapar sehingga dimakan. Mendengar
jawaban tersebut maka Raja sangat marah sehingga mengeluarkan kata-kata
kutukan kepada patihnya. Maka serta-merta pada waktu itu juga Patihnya
mendadak menjadi Macan putih yang diberi nama “Bitung Gulung” atau Bambu hitam selanjutnya diberi nama “ Mas Yudipati Baliwinata” yang artinya Patih yang memakan bali keturunan Raja.
Artikel Terkait