Sekitar tahun 1827 masehi ke wilayah
Desa Balida kedatangan tokoh Ksatria perempuan yang bernama”SANTIJEM”
yang asalnya dari cirebon. Beliaulah yang pertama-tama datang ke hutan
Kondayama di wilayah Balida, menggempur hutan belantara menjadi wilayah
hunian dengan para pengikutnya. Kemudian mendirikan bangunan tempat
tinggal dan menjadikan suatu perkampungan, yang saat itu dengan jumlah
rumah hanya 28 buah dan jumlah penduduknya ± 50 orang.
Beliau “Santijem” oleh masyarakat
lebih dikenal dengan sebutan Embah Buyut Santri. Embah Buyut Santri
adalah keturunan dari Mataram yang hijrah ke Cirebon, dan beliau
merupakan keponakan dari Pangeran Jaka Kesuma (Buyut Panongan).
Wilayah perkampungan yang
pertama-tama dihuni oleh Embah Buyut Santri dan pengikutnya adalah di
sebelah ujung barat Balida disebut “Tari kolot” yaitu arti dari desa
pertama/paling tua. Kemudian Embah Buyut Santri mengadakan musyawarah
dengan para tokoh dan sesepuh untuk mendirikan suatu Pemerintahan Desa.
Yang pertama di tunjuk oleh Embah Buyut Santri untuk di angkat menjadi
Pimpinan atau Kepala Desa yaitu Raden Saenudin.
- Raden Saenudin (Jaya Laksana)
Raden Saenudin merupakan kuwu / kepala
desa pertama di Desa Balida yang berasal dari Cikasarung. Selama di
pimpin oleh Raden saenudin penduduk desa merasa aman, damai dan
sejahtera, segala pembangunan dilaksanakan secara gotong royong.
Keistimewaan Raden Saenudin, diantaranya :
- Berhasil Mengantarkan Seba/Upeti ke Kerajaan Cirebon
Di saat itu Pemerintahan desa
termasuk desa balida, sesuai aturan yang berlaku setiap tahunya harus
memberikan seba atau Upeti ke Cirebon. Dengan hasil musyawarah untuk
memberikan seba tiap tahunya disuruh suatu utusan, tetapi setiap utusan
yang dikirim ke cirebon orang tersebut selalu tidak kembali lagi
dikarenakan di tembak oleh Belanda. Disergap binatang buas dan berbagai
halangan rintangan lainya sehingga utusan tersebut mati di perjalanan.
Dengankejadian seperti itu maka
akhirnya atas musyawarah dan mupakat yang harus mengantarkan upeti atau
seba ditugaskan kepada Raden Saenudin. Selanjutnya berkat pengabdian,
keberanian serta kesaktianya Raden Saenudin berhasil mengantarkan upeti
dan kembali ke kampung halaman/Desa Balida dalam keadaan selamat.
Selanjutnya setelah keberhasilan itu maka Raden Saenudin diberi gelar
kehormatan “ Jaya Laksana”.
- Punya Lumbung Padi Pusaka
Pada waktu pemerintahan Raden
Saenudin pernah terjadi musibah kemarau panjang selama ± 3 tahun
lamanya. Wilayah desa Balida dan wilayah lain disekitarnya menjadi
tandus kering kerontang, air sungai mengering. sawah ladang petani
mengering tidak bisa di tanami padi dan berbagai umbi-umbian untuk
keperluan masyarakat. Binatang ternak banyak yang mati kelaparan karena
tak ada tumbuhan untuk makanan ternak tersebut. Masyarakat banyak yang
kelaparan karena tak punya beras atau umbi-umbian untuk di makan.
Pada waktu itu maka atas
kebijaksanaan Raden Saenudin kepada masyarakat sekitarnya dipersilahkan
untuk mengambil padi dilumbung padi atau leuit pusaka kepunyaan beliau
sesuai kebutuhan masyarakat. Sekitar satu wilayah kecamatan pada saat
itu yang mengambil padi di gudang tersebut, tetapi aneh sekali padi di
gudang tersebut tidak habis malah masih tersisa banyak.
Begitulah perjuangan Embah
Buyut Santri dan Raden Saenudin (Jaya Laksana) di Desa Balida, yang
begitu bijak dan perhatian terhadap masyarakatnya. Kemudian setelah
meninggal beliau Embah Buyut Santri di makamkan di Blok Jum’at (Makam
Kramat Embah Buyut Santri) dan Raden Saenudin / Jaya Laksana di makamkan
di Blok Senin Desa Balida. Di makam keramat tersebut saat ini selalu
ada yang menziarahi dari berbagai kalangan atau wilayah.
- Embah Buyut Rangda (Nyi Rangda Kasih)
Pada tahun 1829 Masehi ke Desa Balida
kedatangan tamu dari Cirebon bernama Nyi Mas Inten Sari Ratna Kuning
atau lebih dikenal dengan sebutan nyi Rangda Kasih. Beliau adalah
seorang ksatria perempuan yang cantik rupawan sengaja melarikan diri
dari Cirebon menuju Desa Balida, pahlawan yang benci terhadap
Pemerintahan Belanda dengan politik adu domba serta segala bentuk
penindasan dan kekejamanya kepada masyarakat.
Nyi Mas Inten Sari Ratna Kuning
adalah puteri dari kerajaan Wanagiri yang memerintah di wilayah
Palimanan Cirebon bernama Tanudara dan ibunya berasal dari Jamblang
Cirebon bernama Nyi Mas Pulung Sari. Nyi Rangda Kasih adalah seorang
Perempuan yang cantik jelita, tubuhnya molek, budi pekertinya baik
selalu kasih sayang terhadap sesama, tutur katanya yang sopan dan lemah
lembut. Pada waktu itu status beliau adalah seorang janda, kedatanganya
ke Desa Balida meminta perlindungan kepada Embah Buyut Santri yang
akhirnya bergabung bersama membangun Desa Balida dari berbagai bidang.
Nyi Rangda Kasih sebelum datang
ke Desa Balida beliau pernah dipersunting oleh Arya Bana yaitu Patih
dari kerajaan Wanagiri yang dirajai oleh ayahnya.Tetapi karena
perangainya dari patih tersebut yang kurang disenangi dan karena kawinya
juga akibat dipaksa oleh orang tuanya, akhirnya Nyi Rangda Kasih
memutuskan untuk pisah atau menjadi janda (“Rangda” dalam bahasa sunda).
Kontes Sayembara Nyi Rangda Kasih
Karena kecantikan yang luar biasa
dan kepiawaianya tersebut maka tak heran kalau banyak orang yang
terpesona dan tergila-gila olehnya.Maka
Nyi Mas Inten Sari Ratna Kuning pernah menjadi kontestan yang
disayembarakan di wilayah Pangadegan dengan panitia sayembara Embah
Buyut Santri dan Embah Buyut Mirat yang berasal dari Leuwimunding ( dan
makamnya terletak di sebelah kanan makam Embah Buyut Santri ).
Dengan menyebarnya informasi
sayembara tersebut maka banyaklah orang yang ikut mendaftarkan diri,
terjadilah adu kesaktian antara para jawara, tokoh persilatan dan
orang-orang sakti yang akhirnya di menangkan oleh ”Raden Arya”. Walaupun
pemenang sayembara adalah Raden Arya, namun Nyi Rangda Kasih berjanji
untuk Kawin bathin saja kepada Raden Arya. Raden Arya adalah keponakan
Embah Buyut Mirat yang dikenal dengan sebutan Embah Buyut Bungsu.
Setelah lamanya ± 5 tahun
beliau mengabdikan diri di wilayah Desa Balida, akhirnya Nyi Rangda
Kasih pamit undur diri kepada Embah Buyut Santri untuk kembali ke
Cirebon. Dan beliau menitipkan benda pusaka berupa “ Keris Nyi Rangda
Kasih “ kepada Embah Buyut Santri. Oleh Embah Buyut Santri benda Pusaka
tersebut dikuburkan, yang sampai sekarang masih berada di lokasi
pemakaman kramat Blok Jum’at yang sekarang sering diziarahi orang.
- Raden Kartawijaya (Embah Buyut Raksa Desa Kisade)
Pada abad ke -18 sekitar tahun 1838
Masehi di hutan kondayama arah timur atau wilayah Balida timur,
kedatangan seorang tokoh ksatria yang gagah berani bernama “ Raden
Kartawijaya “ beliau adalah putera dari Pangeran Kasepuhan/Panembahan
Ratu. Ibunya berasal dari kerajaan Islam yang berada di wilayah Tegal
Gubug Arjawinangun yang bernama “ Ratu Mas Dewi Andaya Sari “
Raden Kartawijaya adalah pengembang Agama Islam, beliau ditugaskan oleh ayahnya ke wilayah Desa Balida.
Keistimewaan Raden Kartawijaya
- Membabad Hutan dengan Benda Pusaka Candra Loka
Mulanya Raden Kartawijaya
menggempur hutan di wilayah utara Balida untuk dijadikan wilayah yang
siap huni, penggempuran pohon-pohon besar beliau lakukan sesingkat
mungkin dengan menggunakan benda pusaka/jimat Bedama, yang sangat ampuh
yang diberi nama Chandra Loka. Menurut cerita keajaiban dari benda
pusaka tersebut diantaranya adalah disaat menggempur hutan/pepohonan
besar hanya dengan melemparkan benda tersebut ke arah pepohonan itu maka
tak lama pepohonan itu pada tumbang. Setelah itu kemudian beliau
mendirikan beberapa rumah untuknya, pengikutnya dan masyarakat sekitar.
- Mengobati Berbagai Penyakit
Disamping untuk mengembangkan
agama Islam di Desa Balida, Raden Kartawijaya juga selalu menolong
masyarakat sekitar yang terkena musibah maupun berbagai wabah penyakit.
Dengan kesaktian Raden Kartawijaya yang bisa mengobati berbagai
penyakit, maka tersebar luas berita ini ke berbagai wilayah dan
beliaupun terkenal dan di hormati oleh masyarakat sekitarnya. Karena
pengabdian dirinya untuk menyebarkan agama Islam dan menolong sesama,
maka banyak orang setelah diobati diapun masuk Islam. Masyarakat
sekitarnya merasa kagum dan bangga kepada Raden Kartawijaya beliau lebih
dikenal dengan sebutan Buyut Raksa Desa atau Kisade.
Setelah beliau berjuang
mengembangkan agama Islam dan mengabdi kepada masyarakat kurang lebihnya
9 tahun lamanya, maka sekitar tahun 1847 Masehi beliau pamitan untuk
kembali ke Cirebon. Namun sebelumnya Raden Kartawijaya menitipkan benda
pusaka / Bedama Chandra Loka kepada Nyi Mas Dewi Fuji Rahayu. Benda
pusaka tersebut oleh Nyi Mas Dewi Fuji Rahayu dikuburkan di Blok Rabu
Desa Balida dan menjadi makam kramat yaitu Buyut Raksa Desa Kisade.
Sampai sekarang makam keramat tersebut selalu ada yang menziarahi.
- Nyi Mas Dewi Puji Rahayu (Embah Buyut Rambut)
Nyi Mas Dewi Puji Rahayu / Embah
Buyut Rambut berasal dari Sukaraja Jatiwangi. Beliau adalah saudara ipar
Raden Kartawijaya yang saat itu ditugaskan oleh ayahnya untuk membantu
Raden Kartawijaya. Nyi Mas Puji Rahayu yang mengubur benda pusaka
Chandra Loka titipan Raden Kartawijaya sebelum beliau pamit kembali ke
Cirebon. Nyi Mas Dewi Puji Rahayu selalu ikut bahu membahu
memperjuangkan rakyat dan mengembangkan agama Islam dengan Raden
Kartawijaya.
Menurut alur cerita Nyi Mas Dewi
Puji Rahayu meninggal membawa raga dan yang ada hanya rambutnya saja.
Maka oleh masyarakat sekitar rambutnya sajalah yang di kuburkan, dan
lokasi penguburan rambut Nyi Mas Dewi Puji Rahayu tersebut tempatnya di
wilayah pesawahan Sutaraja blok Rabu Desa Balida.
Artikel Terkait