Orang-orang dulu umumnya bepergian jalan
kaki. Paling -paling, yang kaya, pakai kuda. Tapi, banyak alat
transportasi lain. Para putri raja biasanya ditandu.
1. Tandu
Nah, ini contoh “putri Walanda” ditandu. Tandunya dari bambu juga, ya. Lainnya naik kuda.
2. Kereta Api
Kereta api dulu lokomotifnya masih berbentuk
silinder, hitam legam. Sekarang (2010-an) sudah berbentuk “kotak”.
Lokomotif hitam ini masih ada dan dipakai juga, tapi terbatas. Kereta
penumpang umumnya sudah tidak lagi.
Jika ada sepeda gunung, ada pula kereta api
gunung. Kereta api gunung itu kereta api yang naik turun gunung tanpa
harus takut melorot lagi ke bawah. Ini dimungkinkan karena di bagian
tengahnya ada rel dan gigi khusus. Kereta ini adanya di Ambarawa, Jawa
Tengah. Nah seperti ini wujudnya.
Lokomotif kereta api gunung di Ambarawa
Nah di tengah rel ada rel ketiga bergerigi, seperti gambar di bawah ini.
Gigi-gigi yang ada pada rel berfungsi
menahan gigi roda agar kereta tidak melorot ke bawah dia tanjakan
pegunungan. Oleh karena itulah maka gigi rel miring ke arah belakang.
Jika kereta akan mundur (melorot), maka gigi rodanya tertahan gigi rel.
Tetapi ektika maju, gigi roda itu tidak tertahan gigi rel.

2. Dokar, Kahar, Andong, Sado, Delman, Kereta Kuda
Alat transportasi lainnya kereta ditarik
kuda. Ada beragam macam, dan sampai sekarang masih banyak digunakan.
Yang tidak digunakan lagi “kereta pos Majalengka-Kadipaten” di bawah
ini.
Kereta Kuda, 1900-1940
Pedati Kuda di Jalan Bandung-Solo
Pedati Kuda, Bandung 1949
Kalau yang ini namanya lori. Di Kadipaten
(dari Kadipaten ke daerah-daerah di utaranya, misalnya ke Karangsambung)
dulu ada lori ditarik kuda. Para pedagang biasanya naik itu. Sayang
fotonya belum tertemukan.
3. Memikul, menggendong
Di ketika orang sudah pakai alat
transporatsi, para pemikul tetap jalan seperti biasa. Ini foto di Bogor
1904. Perhatikan bentuk “keranjang” pikulannya yang khas.
Lebih kontradiksi lagi, di pinggiran rel
kereta api, jaman baheula, seorang anak kecil dan ibu serta kakaknya
menggendong gerabah.
Lihatlah betapa pahitnya hidup ini. Anak
yang seharusnya bersekolah, tidak bisa bersekolah, karena memang tidak
ada sekolah untuknya, dan hidup mengharuskannya berjuang tak kenal lelah
dan payah. Salut untukmu anakku, kau pejuang sejati kehidupan.
Sumber : https://tatangmanguny.wordpress.com
Artikel Terkait
Posting Komentar